Home » Sejarah Padukuhan Babakan

Sejarah Padukuhan Babakan

sejarah padukuhan babakan

Mengulas sejarah Padukuhan Babakan, tak lepas dari sejarah Mangir dan Mataram, jaman kemerdekaan, serta pergerakan Sungai Progo. Tercatat Padukuhan Babakan beberapa kali mengalami perubahan administratif, mengikuti pergantian kekuasaan yang menaungi. Mulai dari Mangir, Mataram, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, kemudian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah Padukuhan Babakan Jaman Kerajaan

Pencatatan dimulai pada periode setelah berdirinya Kerajaan Islam Demak Bintoro, yang dipimpin oleh Raden Patah. Juga menandai era runtuhnya Majapahit yang dipimpin Prabu Brawijaya V, ayah kandungnya. Raden Patah adalah juga murid dari Sunan Ampel, maka tak heran jika perkembangan Demak sangat dipengaruhi oleh Walisanga. Sunan Kalijaga melalui bahasa diplomasinya, kemudian memberikan sebuah usulan, untuk mengirim beberapa penguasa wilayah Majapahit ke bekas kerajaan Mataram Kuno. Penguasa wilayah yang dikirim ini kemudian menjadi agen penyebar agama Islam, membantu tugas Walisanga.

Salah satunya adalah Pangeran Megatsari, salah satu putra dari Brawijaya V, dikirim untuk membuka Alas Mangir, sebuah wilayah di tepian Sungai Progo. Beliau kemudian bergelar Ki Ageng Mangir I, menjadi salah satu murid Sunan Kalijaga. Tak heran jika peradaban Islam sangat maju di daerah ini, namun tetap masih bisa kita temui pengaruh dari kebudayaan Majapahit. Atraksi seni dan arsitektur bangunan salah satunya. Kebanyakan wilayah Sedayu, Pajangan, dan Srandakan saat ini, termasuk Babakan, menjadi bagian dari wilayahnya.

Sebelum seperti sekarang, terbagi menjadi 4 wilayah. Di sebelah utara dinamai Banjaran, sebelah timur adalah Babakan Kukap, sebelah selatan adalah Jogodayoh, dan wilayah tengah bernama Babakan. Babakan berasal dari kata “babah-babah” yang dalam bahasa Jawa memiliki arti mengawali atau memulai. Dalam hal pembukaan wilayah adalah mengawali dan memulai untuk mengolah lahan agar bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam.

Mataram dan Kasultanan

Era kekuasaan Mangir berakhir ketika terjadi pergolakan di periode Mangir Wanabaya IV. Kemudian membawa wilayah Babakan menjadi kekuasaan Mataram, dan berlanjut hingga jaman Kasultanan Ngayogyakarto.

Pada periode Sultan Hamengkubuwono ke III, daerah yang sekarang disebut Gerbang Progo dinamai Jogodayoh. Wilayah ini merupakan among tamu atau penyambut tamu ketika Sultan dan abdi dalemnya melaksanakan ritual labuhan di pantai selatan.

Babakan Di Era Kemerdekaan

Seiring dengan berakhirnya perang kemerdekaan, wilayah ini kemudian menyesuiakan dengan administratif republik. Pada tahun 1946 empat wilayah tergabung menjadi satu diberi nama Dusun Babakan. Sejarah Padukuhan Babakan mengalami pergantian Kepala Dusun sebanyak 4 kali. Pertama kali menjabat adalah Dukuh Darmo, yang kedua yaitu Widyo Sumarto pada tahun 1948-1971. Lalu mulai tahun 1972 Kepala Dusun dijabat oleh Danu Sukismo hingga pada tahun 2005. Dilanjutkan oleh Agus Sriyono hingga sekarang.

Mengikuti UU Keistimewaan DIY, penyebutan Dusun Babakan kemudian beralih menjadi Padukuhan Babakan, sama dengan pada era Kasultanan.

Pengaruh Aliran Sungai Progo

Sungai Progo sebagai salah satu sungai yang panjang dan besar di Jawa, mempunyai aliran yang cukup deras. Sebagai wilayah di muara, aliran Progo tidak stabil. Seringkali berpindah jalur, menggerus atau bahkan membuat daratan baru di wilayah Babakan. Hingga saat ini pun masih bisa kita temui, ketika menggali tanah pekarangan akan terdapat lapisan pasir Merapi dari bekas aliran. Pergeseran daratan ini yang sering merubah luasan wilayah di Babakan.

sejarah padukuhan babakan

Pada tahun 1976 wilayah daratan Padukuhan Babakan berkurang akibat aliran Sungai Progo yang berpindah. Akibat peristiwa tersebut masyarakat kehilangan lahan pertanian dan kehilangan mata pencaharian. Semakin berkurangnya wilayah daratan di Padukuhan Babakan, pada tahun 1978 beberapa warga memutuskan untuk bedhol desa.

Yang berarti mengirimkan atau memindahkan penduduk ke luar pulau yang tidak terlalu padat atau masih jarang penduduknya. Sehingga pada akhir tahun 1979 sebanyak 17 kepala keluarga berangkat bertransmigrasi ke Desa Telang Makmur, Palembang.

Tahun 1980 merupakan tahun yang paling banyak memberangkatkan penduduk untuk transmigrasi yaitu sebanyak lima kali. Pemberangkatan kedua setelah tahun 1979 yaitu sebanyak 27 kepala keluarga yang berjumlah 268 jiwa. Dengan dua kali keberangkatan menuju ke Kuantan Singingi. Selanjutnya sebanyak 23 kepala keluarga diberangkatkan dua kali ke Pasir Pengaraian, Rambah, Rokan Hulu, Riau. Yang terakhir sebanyak 17 kepala keluarga diberangkatkan menuju Air Sugihan Sumatera Selatan.

Total sebanyak enam kali pemberangkatan penduduk untuk bedhol desa. Dengan jumlah awal penduduk Babakan 218 kepala keluarga hingga tersisa 136 kepala keluarga. Penduduk yang diberangkatkan merasa betah di tempat baru. Kebanyakan dari mereka bermata pencaharian sebagai petani yang menghasilkan padi yang sangat melimpah.

Sejarah Padukuhan Babakan dalam Pariwisata

Dipilihnya Gerbang Progo menjadi destinasi utama di Desa Wisata Babakan tak lepas dari sejarah Jogodayoh. Area ini pada jaman Hamengkubuwono III menjadi daratan terakhir sebelum pesisir. Jogodayoh dalam bahasa Jawa berarti ‘menjaga tamu’. Warga masyarakat bertugas menjamu Sultan Hamengkubuwono III beserta abdi dalem. Mulai dari menyediakan tempat hingga mengurusi kuda sebagai alat transportasinya ketika rombongan Sultan melakukan ritual labuhan di pantai selatan. Masyarakat daerah bertugas untuk menjaga dan memberi makan kuda yang digunakan untuk mengangkut makanan, gunungan dan keperluan lainnya.

Share :